Monday, June 10, 2013

contoh makalah SIKAP DAN KEPUASAN KERJA


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat serta karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan judul SIKAP DAN KEPUASAN KERJA ini tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menunjang perkuliahan yang disusun secara sistematis agar nantinya dapat mempermudah dalam pemahaman materi yang disajikan di dalamnya
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan Terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kehidupan serta perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga Allah S.W.T senantiasa meridhai usaha kita, AMIN.



pekanbaru,27 maret  2013



Penyusun









DAFTAR ISI

KataPengantar..................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................ii
1. Pendahuluan
    1.1 Latar Belakang......................................................................1
    1.2 Rumusan Masalah..................................................................2
    1.3 Tujuan.................................................................................3
2. Pembahasan
2.1 Teori sikap dan prilaku............................................................3
2.1.1komponen sikap..............................................................6
2.1.2  Dalam komitmen organisasional ada tiga dimensi yang terpisah.9
2.2 Teori kepuasan kerja.............................................................10
        2.2.1 Pengertian kepuasan kerja..............................................12
2.2.2 Teori kepuasan kerja......................................................12
3. Penutup
3.1Kesimpulan...........................................................................15
Saran........................................................................................15
Daftar Pustaka...............................................................................iii












BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Dalam manajemen, fungsi organisasi terutama dalam hal pengawasan, organisasi perlu memantau para pekerjanya terhadap sikap, dan hubungannya dengan perilaku. Adakah kepuasan atau ketidak puasan karyawan dengan pengaruh pekerjaan di tempat kerja. Dalam organisasi, sikap amatlah penting karena komponen perilakunya. Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatif yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lapangan kerja mereka, ada tiga sikap yaitu, kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan, dan komitmen organisasional. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang pekerjaan tersebut. Keterlibatan pekerjaan , mengukur tingkat sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan. Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisosial yang tingi berarti memihak organisasiyang merekrut individu tersebut.
Penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan. Berbagai studi independen, yang diadakan diantara para pekerja AS selama 30 tahun terakhir, pada umumnya menunjukkan bahwa mayoritas pekerja merasa puas dengan pekerjaan mereka. Meskipun jarak persentasinya lebar, tetapi lebih banyak individu melaporkan bahwa mereka merasa puas dibandingkan tidak puas. Apakah yang menyebabkan kepuasan kerja ? dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendiri
hampir selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keselruhan

1.2   Rumusan Masalah
Dari uraian diatas penulis mengembangkan permasalahan pokok yang dibahas dalam makalah ini, yaitu:
·        Teori Sikap dan prilaku individu dalam kerja
·        kepuasan kerja dan keterlibatan pekerjaan
·          komitmen organisasional






1.3   Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Sebagai pemenuhan tugas mandiri mata kuliah Teori dan Perilaku Organisasi.
2. Sebagai bahan bacaan dan referensi tambahan bagi pihak-pihak yang membutuhkannya




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TEORI SIKAP DAN PRILAKU
Menurut Robbins (2007), sikap adalah pernyataan-pernyataan evaluatif – baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan – mengenai obyek, orang atau peristiwa. Tiga komponen sikap, antara lain: kognitif, afektif dan perilaku. Komponen kognitif sikap adalah segmen pendapat
atau keyakinan dari sikap. Komponen afektif sikap adalah segmen
emosional atau perasaan dari sikap. Komponen perilaku sikap adalah
maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

Tipe-tipe sikap yang dibahas pada perilaku organisasi, antara lain: kepuasan kerja, keterlibatan dan komitmen pada organisasi. Istilah kepuasan kerja merujuk ke sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan itu; seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu.
Keterlibatan kerja merupakan tingkat dimana seseorang mengaitkan dirinya ke pekerjaannya, secara aktif berpartisipasi di dalamnya, dan menganggap kinerjanya penting bagi nilai-nilainya. Karyawan dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi dengan kuat mengaitkan dirinya ke jenis kerja yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja itu.

Komitmen pada organisasi adalah tingkat dimana karyawan mengaitkan dirinya ke organisasi tertentu dan sasaran-sasarannya, dan berharap mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.



Tingkat komitmen organisasi seorang individu merupakan indikator yang lebih baik mengenai pengunduran diri karyawan daripada indikator kepuasan kerja yang lebih sering digunakan
Menurut G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat
G.W. Alport di atas Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan
dengannya”.
Sedangkan Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:

·         Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap Bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda,orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
·         Kedua, sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan
sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak Di inginkan,apa nyang harus dihindari
·         Ketiga, sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap
Politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami
pembahan.
·         Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
·         Kelima, sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi

merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap
adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
Sedangkan menurut Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, tetapi
berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan
bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon
yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.




2.1.1 Komponen Sikap

Untuk benar-benar memahami sikap perlu mempertimbangkan
karakteristik secara fundamental.
Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude) yaitu :

a. Kognitif (cognitive).
 aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui
manusia, berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. (segmen opini atau keyakinan dari sikap)
b. Afektif (affective)
Merupakan aspek emosional dari faktor sosio psikologis,
didahulukan
karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya, aspek ini
menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu
obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan
yang dimiliki obyek tertentu.(segmen emosional atau perasaan dari sikap)

c. Konatif (conative)
Komponen aspek vohsional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku
dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap
yang dihadapi (Notoatmodjo ,1997). (niat untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu).
Ketiga komponen tersebut sangat berkaitan. Secara khusus, dalam
banyak cara antara kesadaran dan perasaan tidak dapat dipisahkan.
Sebagai contoh, seorang karyawan tidak mendapatkan promosi yang
menurutnya pantas ia dapatkan, tetapi yang malah mendapat promosi tersebut adalah rekan kerjanya. Sikap karyawan tersebut terhadap
pengawasnya dapat diilustrasikan sebagai berikut :
opini, (karyawan tersebut berpikir ia pantas mendapat promosi itu),
perasaan (karyawan tersebut tidak menyukai pengawasnya), dan perilaku
(karyawan tersebut mencari pekerjaan lain). Jadi, opini / kesadaran
menimbulkan perasaan yang kemudian menghasilkan perilaku ,dan pada kenyataannya komponen-komponen ini berkaitan dan sulit untuk
dipisahkan.



Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari
konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku
mereka. Ini berarti bahwa individu berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan perilaku mereka sehingga
mereka terlihat rasional dan konsisten. Ketika terdapat
ketidakkonsistenan, timbulah dorongan untuk mengembalikan individu tersebut ke keadaan seimbang dimana sikap dan perilaku kembali
konsisten. Ini bisa dilakukan dengan dengan cara mengubah sikap maupun perilaku, atau dengan mengembangkan rasionalisasi untuk ketidaksesuaian. Leon Festinger mengemukakan teori ketidaksesuaian kognitif (cognitive dissonance). Teori ini berusaha menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Ketidaksesuaian berarti ketidakkonsistenan. Ketidaksesuaian kognitif merujuk pada ketidaksesaian yang dirasaka oleh seorang individu antara dua sikap atau lebih, atau antara perilaku dan sikap. Festinger berpendapat bahwa bentuk ketidakkonsistenan apapun tidaklah menyenangkan dan karena itu individu akan berusaha
mengurangi ketidaksesuaian, dan tentunya ketidaknyamana tersebut.
Oleh karena itu individu akan mencari keadaan yang stabil, dimana hanya
ada sedikit ketidaksesuaian.Dan tidak ada individu yang bisa
sepenuhnya menghindari ketidaksesuaian.
Penelitian yang sebelumnya tentang sikap menganggap bahwa sikap
mempunyai hubungan sebab akibat dengan perilaku; yaitu sikap yang
dimiliki individu menentukan apa yang mereka lakukan. Namun pada
akhir tahun 1960-an hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku
ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Berdasarkan evaluasi
sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap-perilaku, peninjau
menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku, atau
paling banyak ada hubungan tapi sedikit . Penelitian baru-baru ini
menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara
signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa
hubungan tersebut bisa ditingkatkan dengan memperhitungkan variabl
variabel pengait , yakni pentingnya sikap, kekhususannya,
aksesibilitasnya, apakah ada tekanan-tekanan sosial, dan apakah
seseorang mempunyai pengalaman langsung dengan sikap tersebut.
Sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan nilai-nilai
fundamental, minat diri, atau identifikasi dengan individu atau kelompok
yang dihargai oleh seseorang. Sikap-sikap yang dianggap penting oleh
individu cenderung menunjukkan yang kuat dengan perilaku. Semakin
khusus sikap tersebut maka semakin khusus perilaku tersebut , dan
semakin kuat hubungan antara keduanya. Sikap yang mudah diingat
cenderung lebih bisa digunakan untuk memprediksi perilaku bila
dibandingkan sikap yang tidak bisa diakses dalam ingatan.
Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku keungkinan besar muncul
ketika tekanan social untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu memiliki
kekuatan yang luar biasa. Kesimpulannya , hubungan sikap-perilaku
mungkin sekali mejadi jauh lebih kuat apabila sebuah sikap merujuk pada
sesuatu, dimana individu tersebut mempunyai pengalaman pribadi secara
Sikap Komitmen Organisasional (organizational commitment), yaitu
suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu
serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan
keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan pekerjaan yang
tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu,
sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak
organisasi yang merekrut individu tersebut.





2.1.2 Dalam komitmen organisasional ada tiga dimensi yang terpisah :

1. Komitmen Afektif (affective commitment), perasaan emosional untuk
organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Contoh: seorang karyawan Petco mungkin memiliki komitmen aktif untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewan-hewan.
2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment), nilai ekonomi yang dirasa sebagai akibat dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Contoh :
seorang karyawan mungkin berkomitmen kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarganya.
3. Komitmen normative (normative commitment), kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis.
 Contoh :
seorang karyawan yang memelopori sebuah inisiatif baru, mungkin
bertahan dengan seorang pemberi kerja karena ia merasa “
meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit “ bila ia pergi.
Suatu penelitian menemukan bahwa komitmen afektif adalah pemrediksi
berbagai hasil ( persepsi karakteristik tugas, kepuasan karier, dan niat
untuk pergi). Hasil-hasil yang lemah untuk komitmen berkelanjutan adalah masuk akal karena hal ini sebenarnya bukan merupakan sebuah
komitmenyangkuat.

2.2 TEORI KEPUASAN KERJA
2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan.
Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yag diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbin, 2003:78).
Greenberg dan Baron (2003:148) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individu terhadap pekerjaan mereka. Selain itu Gibson (2000:106) menyatakan kepuasan kerja sebagai sikap yang dimiliki para pekerja tentang  Hal itu merupakan hasil dari persepsi mereka tentang pekerjaan.Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap berbagai segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya.
Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situas kerja.tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya,penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya.
Locke mencatat bahwa perasaan-perasaan yang berhubungan dengan kepuasan dan ketidakpuasan kerja cenderung mencerminkan penaksiran dari tenaga kerja tentang pengalaman-pengalaman kerja pada waktu sekarang dan lampau daripada harapan-harapan untuk masa depan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat dua unsur penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan dasar.
Nilai-nilai pekerjaan merupakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tugas pekerjaan. Yang ingin dicapai ialah nilai-nilai pekerjaan yang dianggap penting oleh individu. Dikatakan selanjutnya bahwa nilai-nilai pekerjaan harus sesuai atau membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yang berkaitan dengan motivasi kerja.
Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja (dari setiap aspek pekerjaan) dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan bagi individu. Menurut Locke seorang individu akan merasa puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya merupakan sesuatu yang bersifat pribadi, yaitu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dengan hasil keluarannya (yang didapatnya).
Sehingga dapat disimpulkan pengertian kepuasan kerja adalah sikap yang positif dari tenaga kerja meliputi perasaan dan tingkah laku terhadap pekerjaannya melalui penilaian salah satu pekerjaan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting pekerjaan.


2.2.2 Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Ada beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu :
1. Two Factor Theory
Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu motivators dan hygiene factors.
Pada teori ini ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, upah, keamanan, kualitas pengawasan dan hubungan dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor mencegah reaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau maintainance factors.
Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi dinamakan motivators.
2. Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan seseorang. Semakiin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.

2.2.3 Penyebab Kepuasan Kerja
Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki :225) yaitu sebagai berikut :
a. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Perbedaan (Discrepancies)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat diatas harapan.
c. Pencapaian nilai (Value attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.
d. Keadilan (Equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.

e. Komponen genetik (Genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja disampng karakteristik lingkungan pekerjaan.

Selain penyebab kepuasan kerja, ada juga faktor penentu kepuasan kerja. Diantaranya adalah gaji, kondisi kerja dan hubungan kerja (atasan dan rekan kerja).
a. Gaji/Upah
Menurut Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan. Selain untuk pemenuhan kebutuhan dasar, uang juga merupakan simbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan dan pengakuan/penghargaan.
Berdasarkan teori keadilan Adams, orang yang menerima gaji yang dipersepsikan terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami ketidakpuasan. Jika gaji dipersepsikan adil berdasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu maka akan ada kepuasan kerja.
Jika dianggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas. Tapi jika gaji dirasakan tinggi atau sesuai dengan harapan, pekerja tidak lagi tidak puas, artinya tidak ada dampak pada motivasi kerjanya. Gaji atau imbalan akan mempunyai dampak terhadap motivasi kerja seseorang jika besarnya imbalan disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.
b. Kondisi kerja yang menunjang
Bekerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan (uncomfortable) akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena itu perusahaan harus membuat kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik terpenuhi dan menimbulkan kepuasan kerja.
c. Hubungan Kerja
·         Hubungan dengan rekan kerja
Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan pekerjaannya memperoleh masukan dari tenaga kerja lain (dalam bentuk tertentu). Keluarannya (barang yang setengah jadi)menjadi masukan untuk tenaga kerja lainnya.
Misalnya pekerja konveksi. Hubungan antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang berbentuk fungsional.
Kepuasan kerja yang ada timbul karena mereka dalam jumlah tertentu berada dalam satu ruangan kerja sehingga dapat berkomunikasi. Bersifat kepuasan kerja yang tidak menyebabkan peningkatan motivasi kerja. Dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka seperti harga diri, aktualisasi diri dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka.
·         Hubungan dengan atasan
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejauhmana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya mempunyai pandangan hidup yang sama.












BAB III
PENUTUP


3.1 KESIMPULAN
        bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon
yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
        Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situas kerja.tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya,penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya.

Artikel Terkait

contoh makalah SIKAP DAN KEPUASAN KERJA
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email

2 comments